Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Drama - Materi dan Hukum Cerita Drama

Drama - Materi dan Hukum Cerita Drama
Drama - Materi dan Hukum Cerita Drama
Salam sahabat seniman dan pekerja seni serta para penikmat seni dimanapun anda berada, artikel berikut merupakan lanjutan dari artikel-artikel sebelumnya yang bisa anda baca juga nantinya namun sebelumnya silahkan kita sama -sama menyimak ulasan singakat berikut ini terlebih dahulu.

Sesuai denan tema atau judul kita di atas, jadi kita akan mencoba mempelajari tentang materi untuk cerita drama beserta penjelasan lainnya serta hukum drama itu sendiri. Sebenarnya banyak poin penting yang dibahas pada tulisan ini namun yang akan saya utamakan yaitu materi dan hukumnya saja jadi untuk lebih jelasnya mari kita sama- sama menyimak ulasan berikut.

A. Materi Untuk Cerita Drama. 

Di dalam cerita drama, judul cerita disesuaikan dengan kejadian (peristiwa), contohnya adalah sebagai berikut :
  • Kelahiran atau kematian,
  • Perkawinan atau perceraian,
  • Perbuagtan sosial atau kejahatan, 
  • Peperanan atau perdamaian,
  • dan lainnya.
Peristiwa dalam cerita drama tentang lahirnya gatotkaca, pernikahan arjuna (pertakrama), gugurnya adipati karna, serta cerita drama perkawinan, kelahiran, kematian dan lainnya merupakan suatu adegan , adegan kesimpulan atau lanjutan dari kehidupan suatu manusia dan perjuangna suatu manusia. Jika adegan tersebut disusun dengan secara lengkap maka tentu akan dapat menjadi suatu cerita drama. Maka dari itu, materi dari suatu cerita drama terdapat didalam kehidupan manusia.

Di masa sekarang ini, judul cerita drama modern memiliki berbagia macam jenis, misalnya awan kelabu, mawar merah di bukit seribu, dan lainnya. jadi judul-judul itu, para penonton dibuat penasaran dan merasa tertarik untuk menonton peristiwa apa yagn ada didalam cerita tersebut.


- Penyajian Kembali Cerita Masa Lalu.

Cerita dari suatu drama umumnya bersumber dari riwayat kehidupan manusia. Maka dari itu, drama disebut sebagia penyajian kembali cerita suatu kehidupan manusia di atas panggung. Dengan penyajian ulang ini, cerita drama sesungghnya ( atau yang ada dalam angan-angan penulis atau pengarangnya) tentu tidak akan sama dengan keadaan cerita yang di ulang kembali di atas panggung.

Para pelakunya mungkin dapat sama pelakunya atau orangnya, namun umumnya pasti diperankan oleh orang yang berbeda sebab belum tentu pelaku yang sesunggahnya itu dapat memerankan kembali peristiwa tersebut secara tepat apa lagi jika pelakuknya tersebut sudah meninggal dunia maka tentu dia akan digantikan oleh orang lain untuk mewakilkan perannya. Contohnya, pada kisah pembunuhan yang nyata, maka tentunya orang yang sudah mati tersebut tidak mungkin di hidupkan kembali untuk memerankan perannya untuk di pentaskan di atas panggung.

Termasuk pula pada lokasinya, tempat kejadiannya sudah pasti tidak akan sama sebab kisahnya diulang kembali di atas panggung. Didalam drama film pun tidak akan dapat memakai lokasi yang sama yang dalam arti bahwa suasana sekeliling tempat kejadian itu pasti sudah berubah seiring waktu dan lainnya.

Kesimpulan sederhananya, penyajian drama ulangan tidak mungkin akan sama persis dengan cerita aslinya. Dengan demikian, apa yang di katakan oleh Aristoteles bahwa, Drama (di atas panggung) adalah tiruan dari perbuatan - perbuatan (action,gerak), tetapi bentuk tiruan ini dapat diusahakan semirip mungkin dengan yang sebanarnya (aslinya).

- Drama adalah Bagian Dari Seni.

Usaha untuk membuat kembali penyajian cerita drama itu sebagai barang tiruan semirip mungkin dengan aslinya adalah suatu seni.

Pengertian sama dalam bidang ini sangat luas artinya, yakni untuk drama panggung (drama teater) cukup apabila dipentaskan pokok persoalannya (tema) melalui ucapan dan gerak para pelakunya. Semantara itu, di dalam drama film di tuntut lebih banyak lagi persamaannya. Misalnya tempat kejadiannya, lengkap dengan segala pernak-pernik dekorasinya seperti gedung, kendaraan atau lalu lintas, pepohonannya dan lainnya.

Dikatakan bahwa drama merupakan suatu bentuk seni sebab sutradara bebas untuk menyajikan  bagian mana yang harus disajikan lebih dahulu dari cerita drama tersebut, selama pokok persoalannya dapat tergambarkan dan dimengerti oleh para penonton.

B. Hukum Drama. 

(Ferdinand Brunetiere _1849-1906 M), seorang kritikus drama berkebangsaan Prancis telah merumuskan tentang adanya konflik manusia dalam drama sebagai hukum drama (la loi du theatre; The law of the drama). 

Menurut pandangannya, Cerita Drama ( lakon, the play) harus harus menjelmakan suatu pernyataan kemauan manusia dalam perlawanan gigih melawan pihak lain. Dengan kata lain, drama berdasarkan atas benturan-benturan manusia yang sedang betengkar berselisih.

Dalam Cerita Drama, judul, pokok pembicaraan (tema), tempat kejadian (lokasi), pelaku, dan perasaan (nafsu, emosi) boleh berubah-ubah, tetapi faktor perselisihan manusia selalu tedapat dalam Cerita Drama.

Clark, Berrett H., Europpean Thoeries, Whit a Supplement on the American Drama, Crown Publishers, Inc., New York revised Edition. Cerita drama (lakon) dapat melukiskan perselisihan tentang :
  • Manusia melawan manusia,
  • Manusia melawan dirinya sendiri, 
  • Manusia melawan masyarakat, 
  • Manusia melawan lingkungan hidupnya, dan 
  • Manusia melawan alam.
Kebanyakan lingkungan hidup, masyarakat, juga pribadinya sendiri sebagai lawan manusia dijelamakan dalam bentuk manusia lain yang berdiri sebagai perintang di jalan penyelesaian. 

Cerita Drama adalah cerita tentang perselisihan kemauan, keinginan, keperluan (kebutuhan), dan harapan. Jadi, Cerita Drama (lakon sandiwara adalah cerita tentang seorang Protagonis ( yang menginginkan sesuatu) dan seorang Antagonis ( yang menjadi lawan atau perintah dalam memenuhi keinginan itu.

C. Naskah Drama.

Sudah diketahui bersama bahwa Cerita Drama bukan merupakan suatu kehidupan manusia yang sebenarnya, meliankan drama adalah suatu tiruan dari suatu kehidupan manusia seperti yang diutarakan oleh Aristoteles. Jadi , Drama adalah suatu penyajian ulang dari suatu cerita (kejadian) tentang kehidupan manusia diatas panggung atau pentas.

Cara penyajian ulang di atas penggung ini merupakan suatu seni. Seni penyajian suatu drama ( suatu perselisihan manusia) di atas panggung ini terletak di tangan seorang sutradara. Dalam menyajikan suatu drama di atas panggung, seorang sutradara terikat oleh naskah atau skenario suatu drama atau film.

Naskah suatu Cerita Drama berbentuk antarwacana (dialog) atau dalam bentuk tanya jawab antar pelaku. Jadi, Drama adalah suatu cerita dalam bentuk antarwacana (dialog)_Jhon E. Dietrich). Naskah drama disajikan melalui antarwacana dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penonton. Jadi Naskah drama mempunyai dua buah alat, yaitu dialog dan gerak.

Dalam beberapa hal, gerak lebih penting daripada antarwacana (dialog). Ini disebabkan karena melihat suatu perbuatan dapat lebih memudahkan penonton untuk menangkap jalan ceritanya daripada mendengarkan dialog para pelaku tentang suatu kejadian. Ini berlaku dalam drama film, yang bersifat Kino Drama.

Pertunjukan drama yang baik dalah suatu pertunjukan di mana perbuatan (action) para pelaku, keadaan, dan perselisihannya dapat diperlihatkan kepada penontonnya.

Demikian ulasan singkat tentang Materi dan Hukum Cerita Drama tersebut diatas, semoga bermanfaat dan terimakasih atas segenap perhatiannya.
Sumber : Pengetahuan Dasar Seni Teater_2009
Penulis : O. Lesmana.