Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati

Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan Bahan Nabati 





Kehadiran berbagai teknologi pengolahan menjadi pilihan wirausaha yang prospektif sebab usaha pengolahan makanan merupakan usaha yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan modal yang ada, mulai dari skala rumah tangga, usaha mikro, kecil, menengah hingga yang besar.

A. Perencanaan Usaha Makanan Awetan dari Bahan Nabati.

Indonesia dikenal dengan berbagai macam sumber daya alamnya, baik itu nabati atau pula hewani. Sumber daya alam yang beragam tersebut mendorong harus diciptakannya beragam produk makanan awetan untuk membantu stabilitas harga disaat panen raya.

Selain itu juga menjaga agar tidak ada yang terbuang sia-sia pada saat musim panen tiba seperti pada kasus-kasus yang terjadi sebelumnya pada bulan Oktober tahun 2015 yaitu adanya pembusukan terhadap buah tomat karena tidak terjual dan kalaupun terjual maka harganya akan jauh dibawah harga pokok produksinya.

Sistem Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati
Sistem Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati

Teknlogi pengelolahan juga dapat memberikan nilai tambah terhadap SDA tersebut, ebih memperluas pendistribusiannya sebab keawetan produknya yang baik. Hal ini juga berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan devisa negara.

Makanan awetan dari bahan nabati adalah makan yang dibuat dari sumber daya alam nabati, yang telah melalui proses pengolahan yang tepat sesuai dan dikemas dengan baik, baik menggunakan pengawet (sesuai petunjuk BPOM) maupun tidak sehingga memiliki umur simpan yang panjang. 

Makanan awetan yang berbahan dasar nabati yang pada saat ini beredar sudah cukup banyak, namun masih dapat dikembangkan lebih lanjut, baik kuantitas ataupun kualitasnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga untuk dijual ke berbagia daerah lain dan atau wisatawan atau pedagang.

Ada beberapa terobosan yagn bisa dilakukan untuk mengingkatkan citra dan cita rasa makanan awetan tersebut yang diharapkan dapat membuka peluang makan berbahan dasar nabati tersebut untuk didistribusikan kedaerah lain dan juga untuk di eksport. 

Hal ini akan menjadi contoh promosi yang positif untuk meningaktkan nilai jual makanan awetan berbahan dasar nabati dan pengembangan pariwisata daerah.

Berbagai jenis usaha bisa menjadi alternatif dalam pemilihan ide untuk calon wirausahawan yang disesuaikan dengan keahlian, minat dan kesukaan, maupun berdasarkan ketersediaan bahan baku yang ada disekitar serta merujuk pula kepada peluang yang ada. Ide atau gagasan dalam berwirausaha sering kali menjadi masalah utama bagi calon wirausahwan.

Banyak yang memiliki keinginan untuk mempunyai usaha sendiri, namun belum juga bisa mendapatkan ide yagn pas untuk berwirausaha, padahal ide tersebut dapat diperoleh dari mana saja mulai dari hal - hal yang kita lihat di lingkungan sekitar, apa yang didengar, melihat potensi diri sendiri, mengamati lingkungan hingga meniru wirausahawan lainnya yang sudah berhasil yang pada intinya, ide tersebut dapat dipilih dari upaya pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri baik secara primer maupun sekunder serta kebutuhan akan barang mewah. 

Perlu kiranya kita mengingat bahwa berwirausaha sesuai dengan karakter dan hobi kita tentu akan lebih menyenangkan dan berpeluang jika dibandingkan dengan berwirausaha dengan hal yang tidak kita senangi.

Salah satu pilihan berwirausaha yang tepat yaitu worausaha produk makanan dari bahan nabati tersebut yang bisa menjadi alternatif yang menjanjikan sebab banyak faktor kemudahan dan peluang yang bisa didapatkan. 

Dalam berwirausaha, perlu pula kita ketahui bahwa hal tersebut memerlukan kreatifitas dan inovatif dengan kata lain seorang wirausahawan haru selalu melakukan diversifikasi produk atau pengembangan produknya agar memiliki varian lebih dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan pesaingnya. 

Tujuan inovasi juga perlu dilakukan agar konsumen tidak jenuh dengan produk yang sudah ada. Meski produk khas daerah, inovasi tetap harus dilakukan baik itu dari segi rasa, bentuk, maupun model atau kemasannya.

B. Sistem Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati.

Produk makanan awetan adalah Produk makanan dan minuman yang telah melalui proses pengolahan sehingga memiliki keawetan yang lebih tinggi serta tidak identik dengan makanan yang menggunakan pengawet, sebab untuk mengawetkannya banyak proses yang harus dilakukan. 

Melalui proses pengolahan yang baik, juga dapat mengawetkan suatu produk makanan atau minuan dengan baik. Makan dapat dibagi menjadi makan kering dan makanan basah dan juga dapat dikelompokkan menjadi makanan jadi dan makanan setengah jadi. 

Sistem Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati
Sistem Perencanaan dan Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati

Makan jadi adalah makan yang dapat langsung disajikan atau di makan, contohnya makan kering khas daerah keripik balado dari Sumatera Barat dan kuku macam dari Kalimantan Timur,  sedangkan makanan setengah jadi adalah makan yang membutuhkan proses untuk mematangkannya sebelum disajikan untuk dimakan. Contohnya kerupuk udang sidoarjo dan dendeng sapi aceh.  

Menurut bahan baku utamanya, makanan khas daerah dikelompokkan pada makanan khas daerah yang berbahan nabati dan hewani. Makan awetan bahan Nabati adalah makanan yang berasal atau bersumber dari bahan baku tumbuh-tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan. 

Makan atau minuman dari bahan nabati yang diproduksi disuatu daerah merupakan identitas daerah tersebut yang menjadi pembeda dengan daerah yang lainnya. 

Cara pengolahan makanan awetan dari bahan nabati pada umumnya cukup sederhana dengan menggunakan metode dan alat yang cukup sederhana pula. 

Bahan baku yang digunakan diharapkan juga adalah bahan baku lokal yang mudah didapat dilingkungan sekitar. 

Sebagai contoh makanan awetan dari bahan nabati yaitu minuman lidah buaya. Produk ini mulai dikembangkan setelah sebelumnya lidah buaya hanya dijadikan bahan baku kosmetik. 

Minuman lidah buaya sangat bermanfaat untuk kesehatan, memiliki kalori yang rendah sehingga sangat sesuai dengan program diet. 

Di Kalimantan barat, lidah buaya sudah dikelolah dalam berbagai jenis makanan dan minuman seperti jus, koktail, gel lidah buaya dalam sirup, selai, jeli, dodol, dan manisan. 

Untuk perpanjangan umur simpannya, telah dilakukan juga pembuaan tepung lidah buaya dengan manambahkan bahan pengisi.

Bahan yang digunakan dalam membuat minuman lidah buaya adalah lidah buaya segar, gula, asam sitrat, dan penguat rasa (falvor). 

Alat yang digunakan adalah pengemas cup, pisau, talenan, baskom, panci stainlees steel (pengganti tangki pencampuran dan tangki pateurisasi), kompor, filling sealing machine (boleh menggunakan yang manual, seperti pada gambar dibawah ini,

literan, timbangan, pH meter, refraktometer, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, pembuatan minuman lidah buaya dalam kemasan mangkok hampir sama, yaitu dengan proses persiapan lidah buaya dan persiapan larutan sirup. 

Caranya adalah, lidah buaya dikupas atau diseset kulitnya, kemudian dipotong dan dicuci dengan air hangat agar lendirnya hilang, selanjudnya jika lendirnya masih ada maka lakukan perendaman dengan air kapur lalu potongan lidah buaya dimasukkan kedalam kemasan dengan perbandingan tertentu antara lidah buaya dan sirupnya.

Proses pengisian ini harus mempertimbangkan keseragamannya, jumlah padatan (lidah buaya) dan cairan (sirup). Keseragaman tersebut sangat penting untuk mencapai proses panas yang optimal bagi keseluruhan produk. 

Jika pada proses pengisian ini kurang baik, panas yang diterima produk dalam tiap kemasan akan berbeda. Pada proses pengisian sirup harus dalam keadaan panas untuk menciptakan kondisi hot filling.

Kemasan yang telah diisi harus segera ditutup untuk menghindari kontaminasi dan setelah itu, dilakukan pasteurisasi pada suhu 65 derajat selama 55 menit. Untuk menghindari over cooking dan memberikan shock thermal pada bakteri termofilik, produk yang sudah dipasteurisasi didinginkan dengan mengalir hingga mencapai suhu 40 derajat celcius.

Setelah proses pendinginan dilakukan, dan diangin-anginkan agar airnya kering, selanjudnya dilakukan pemberian label, setelah itu dikemas kedalam karton. Sebelum dipasarkan, dilakukan inkubasi 2-3 hari, untuk melihat kestabilan mutu produk tersebut. 

Pada karton, dituliskan saran dan cara penggunaan produk tersebut, yaitu harus disimpan pada suhu sejuk, tidak boleh terkena sinar matahari langsung, tidak boleh langsung berhubungan dengan lantai/dinding, dan batas maksimum penumpukan karton adalam 10 karton.

Demikian ulasan singkat tersebut diatas, semoga bermanfaat dan terimakasih.
Sumber : Kemendikbud-RI.